Tak Terduga! Banyak Kasus Hemofilia Belum Terdiagnosis di Indonesia, Bahayanya Mengancam!

Setiap tahun, tanggal 17 April diperingati sebagai Hari Hemofilia Sedunia atau dikenal juga sebagai World Hemophilia Day (WHD). Hemofilia adalah kelainan perdarahan genetik di mana darah tidak dapat membeku dengan baik, dan menyebabkan risiko perdarahan yang serius. Kondisi ini sering kali tidak terdiagnosis, terutama di Indonesia, meskipun bisa berakibat pada perdarahan berat yang berpotensi mengancam jiwa.

Apa itu Hemofilia?

Hemofilia ditandai oleh kekurangan faktor pembekuan dalam darah. Ada dua tipe hemofilia yang dikenal, yaitu:

  • Hemofilia A: Disebabkan oleh rendahnya kadar faktor VIII.
  • Hemofilia B: Disebabkan oleh rendahnya kadar faktor IX.

Tingkat keparahan dari hemofilia sangat bergantung pada jumlah faktor pembekuan yang tersedia dalam darah. Semakin rendah jumlahnya, semakin besar potensi pasien mengalami perdarahan spontan yang bisa memicu komplikasi kesehatan serius.

Prevalensi Hemofilia di Indonesia

Menurut World Federation of Hemophilia, sekitar 1 dari 10.000 orang di dunia memiliki hemofilia. Namun, di Indonesia, prevalensi ini masih rendah, sebagian besar karna banyak kasus yang belum terdiagnosis. Data dari Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) pada tahun 2024 memperlihatkan bahwa hanya sekitar 11 persen atau 3.658 pasien dari estimasi 28.000 penderita yang berhasil teridentifikasi.

Kesadaran akan hemofilia juga dipengaruhi oleh anggapan bahwa penyakit ini hanya menampakkan gejala pada pria dan anak laki-laki. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa wanita yang merupakan pembawa gen juga dapat menunjukkan gejala perdarahan, meski sering kali hidup bertahun-tahun tanpa diagnosis.

Tantangan dalam Diagnosis dan Manajemen

Dr. dr. Novie Amelia Chozie, ketua HMHI, menyoroti bahwa penanganan pasien hemofilia di Indonesia masih memerlukan banyak perbaikan. Banyak kasus baru terdeteksi setelah terjadi perdarahan berat, yang meningkatkan risiko komplikasi seperti disabilitas atau bahkan kematian.

Salah satu komplikasi serius yang sering terjadi adalah terbentuknya inhibitor, yaitu antibodi yang mengganggu efektivitas terapi faktor pembekuan darah. Sebuah penelitian oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2022 menunjukkan prevalensi inhibitor faktor VIII pada anak-anak dengan hemofilia A mencapai 9,6 persen di 12 kota besar di Indonesia.

Pentingnya Akses Pengobatan

Akses terhadap pengobatan dan diagnosa masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Banyak fasilitas diagnosis dan pengobatan terkonsentrasi di kota-kota besar, menyulitkan pasien di daerah terpencil. Berdasarkan hal ini, penting untuk terus mendorong advokasi demi peningkatan diagnosa dan manajemen hemofilia serta gangguan perdarahan lainnya di Indonesia.

Penanganan hemofilia tidak hanya berfokus pada medis, tetapi juga pada dukungan komunitas. HMHI telah meluncurkan situs baru dengan fitur edukasi yang lengkap, membantu pasien dan keluarganya mendapatkan informasi serta menemukan komunitas pendukung di sekitar mereka.

Di samping hemofilia, penyakit Von Willebrand Disease (VWD) menjadi perhatian karena sering kali tidak terdiagnosis. Minimnya kesadaran masyarakat dan tenaga medis tentang gangguan ini menyebabkan penderita tidak mendapatkan penanganan yang layak. Padahal, VWD bisa menyebabkan komplikasi serius seperti menstruasi sangat berat dan perdarahan pasca melahirkan.

Komitmen dari berbagai pihak termasuk organisasi kesehatan dan sektor farmasi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang gangguan perdarahan ini agar pasien dapat menerima penanganan yang tepat sejak dini.