Skandal Suap Hakim: Dua Hakim Surabaya Adu Bukti dalam Sidang Seru, Siapa yang Jujur?

Di tengah kontroversi yang melanda Pengadilan Negeri Surabaya, dua hakim yang terlibat dalam kasus pembebasan Gregorius Ronald Tannur kini menjalani sidang terkait tuduhan suap. Kasus ini mendapatkan sorotan luas setelah sejumlah tudingan mengenai rekayasa vonis bebas yang diberikan kepada terdakwa utama dalam kasus pembunuhan.

Pembelaan Hakim Erintuah Damanik

Salah satu hakim yang terlibat, Erintuah Damanik, membantah klaim mengenai penerimaan uang suap sebesar 140 ribu dolar Singapura. Pembelaan tersebut muncul setelah Heru Hanindyo, sesama hakim, membantah tuduhan bahwa dirinya terlibat dalam pembagian uang suap tersebut.

Dalam bantahannya, Erintuah mengungkapkan bahwa pembagian uang suap itu terjadi di ruang kerja rekannya, Mangapul, pada 10 Juni 2024. Pernyataan ini bertentangan dengan alibi Heru Hanindyo yang menyebutkan bahwa ia tidak berada di lokasi pada tanggal yang diduga terjadi pembagian uang tersebut.

Alibi Heru Hanindyo

Heru Hanindyo, hakim lain yang dikaitkan dengan kasus ini, memberikan kesaksian yang berbeda dengan menyatakan bahwa dirinya tidak berada di Surabaya pada waktu yang dimaksudkan. Ia beralasan bahwa absennya dari lokasi bertepatan dengan masa pemulihan setelah menjalani operasi saraf gigi, serta tugas dinas ke luar kota.

Heru mengklaim bahwa periode 14 Juni hingga 7 Juli adalah waktu ketika dirinya sering tidak berada di kantor, dengan agenda termasuk operasi lanjutan dan kepentingan keluarga di luar kota. Dalam pembelaannya, ia menyatakan bahwa beberapa tanggal kunci saat pembagian uang terjadi justru bertepatan dengan ketidakhadirannya di kantor.

Implikasi Hukum dan Proses Sidang

Penyelidikan internal pengadilan mengarahkan tuduhan kepada tiga hakim untuk dugaan penerimaan suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp4,67 miliar. Tidak hanya uang dalam rupiah, dugaan gratifikasi juga melibatkan mata uang asing termasuk dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kini menyidangkan Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo dengan Pasal 12 huruf c UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Kasus ini menjadi ujian serius terhadap integritas peradilan di Indonesia.

Dengan kasus ini, terjadi pengawasan ketat dari publik terhadap transparansi proses hukum. Masih banyak perkembangan yang dinanti publik terkait persuasi hukum, dan dampaknya terhadap kepercayaan masyarakat kepada sistem peradilan nasional.